Larangan Menikahi Teman Kantor Digugat ke MK, Ini Tanggapan MUI

TEMPO | 19 Mei 2017 | 23:15 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Majelis Ulama Indonesia atau MUI menilai aturan tentang pernikahan dengan teman sekantor tidak melindungi pekerja. Pemerintah dianggap lebih berpihak kepada pemilik perusahaan. 

Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid Sa'adi, menyebut ketentuan itu sebagai pasal karet.

"Di dalam pengaturan pasal seolah-olah memberikan perlindungan terhadap pekerja, tapi dimentahkan kembali dengan pengecualian," ujarnya seperti dilansir dalam keterangan tertulis, Jumat, 19 Mei 2017. 

Aturan pernikahan dengan teman sekantor diatur dalam Pasal 153 Ayat 1 huruf f UU No. 3 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Pasal itu menyatakan pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja memiliki ikatan pernikahan dengan pekerja lainnya di dalam satu perusahaan. 

Namun ketentuan itu tak berlaku jika larangan pernikahan telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan, atau perjanjian kerja bersama. "Pada akhirnya, perjanjian kerja yang menentukan boleh atau tidaknya pernikahan sekantor," ujarnya.

Dia mengatakan Pasal 153 ayat 1 huruf f sebenarnya bukan mengatur larangan pada aspek pernikahan, melainkan hubungan kerjanya. "Jadi mohon kepada masyarakat untuk bisa mendudukkan permasalahan biar tidak ada kesalahpahaman," ujarnya.

Namun Zainut menilai undang-undang itu berpotensi digugat di Mahkamah Konstitusi. Pasal itu diduga bertentangan dengan Pasal 27 dan Pasal 28 UUD 1945 tentang hak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan dan hak untuk melangsungkan pernikahan. 

MUI mempersilakan kelompok masyarakat yang ingin mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Zainut mengatakan dari sisi agama tak ada larangan menikah dengan teman sekantor. 

Belum lama ini aturan larangan pernikahan dengan teman sekantor sedang digugat ke MK.

Aturan perkawinan dengan teman sekantor diatur dalam Pasal 153 Ayat 1 huruf f UU Ketenagakerjaan tengah digugat di MK. Pasal itu berbunyi:

Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan, atau perjanjian kerja bersama.

8 orang karyawan yang mengajukan gugatan ke MK meminta frase 'kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan, atau perjanjian kerja bersama' dibatalkan. 

Menurut mereka pasal dalam UU Ketenagakerjaan itu menjadi sumber larangan karyawan swasta menikah dengan sesama karyawan dalam satu perusahaan. 

Pasal itu menjadi dasar hukum bagi perusahaan membuat perjanjian kerja yang melarang sesama karyawan menikah. Menurut pemohon, hubungan percintaan antara manusia tidak bisa dibendung.

Mereka mendalilkan pasal yang digugat bertentangan dengan Pasal 28B ayat 1 UUD 1945 tentang HAM. Pasal itu berbunyi:

Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.

 

 

TEMPO.CO

 

Penulis : TEMPO
Editor: TEMPO
Berita Terkait